Posts

Syarat Calon Jurusita Pengadilan Agama

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1989 TENTANG PERADILAN AGAMA. Pasal 39, berbunyi : (1) Untuk dapat diangkat menjadi juru sita, seorang calon harus memenuhi syarat sebagai berikut: a. warga negara Indonesia; b. beragama Islam; c. bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa; d. setia kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; e. berijazah pendidikan menengah; f. berpengalaman paling singkat 3 (tiga) tahun sebagai juru sita pengganti; dan g. mampu secara rohani dan jasmani untuk menjalankan tugas dan kewajiban. (2) Untuk dapat diangkat menjadi juru sita pengganti, seorang calon harus memenuhi syarat sebagai berikut: a. syarat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, dan huruf g; dan b. berpengalaman paling singkat 3 (tiga) tahun sebagai pegawai negeri pada pengadilan agama. Penjelasan Pasa

Syarat Menjadi Sekretaris Pengadilan Agama

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1989 TENTANG PERADILAN AGAMA. Pasal 45, berbunyi : Untuk dapat diangkat menjadi sekretaris dan wakil sekretaris pengadilan agama, seorang calon harus memenuhi syarat sebagai berikut: a. warga negara Indonesia; b. beragama Islam; c. bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa; d. setia kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; e. berijazah sarjana syari’ah, sarjana hukum Islam, sarjana hukum yang menguasai hukum Islam, atau sarjana administrasi; f. berpengalaman paling singkat 2 (dua) tahun di bidang administrasi peradilan; dan g. mampu secara rohani dan jasmani untuk menjalankan tugas dan kewajiban. Pasal 46, berbunyi : Untuk dapat diangkat menjadi sekretaris dan wakil sekretaris pengadilan tinggi agama, seorang calon harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut: a. syarat-syarat sebagaimana dima

Ketua Pengadilan Mengawasi Tugas Hakim

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1989 TENTANG PERADILAN AGAMA. Pasal 53, berbunyi : (1) Ketua pengadilan melakukan pengawasan atas pelaksanaan tugas hakim. (2) Ketua pengadilan selain melakukan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) juga mengadakan pengawasan terhadap pelaksanaan tugas dan perilaku panitera, sekretaris, dan juru sita di daerah hukumnya. (3) Selain tugas melakukan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), ketua pengadilan tinggi agama di daerah hukumnya melakukan pengawasan terhadap jalannya peradilan di tingkat pengadilan agama dan menjaga agar peradilan diselenggarakan dengan seksama dan sewajarnya. (4) Dalam melakukan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), ketua pengadilan dapat memberikan petunjuk, teguran, dan peringatan, yang dipandang perlu. (5) Pengawasan sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ay

Setiap Pengadilan Agama Dibentuk Pos Bantuan Hukum

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1989 TENTANG PERADILAN AGAMA. Pasal 60A, berbunyi : (1) Dalam memeriksa dan memutus perkara, hakim harus bertanggung jawab atas penetapan dan putusan yang dibuatnya. (2) Penetapan dan putusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memuat pertimbangan hukum hakim yang didasarkan pada alasan dan dasar hukum yang tepat dan benar. Pasal 60B, berbunyi : (1) Setiap orang yang tersangkut perkara berhak memperoleh bantuan hukum. (2) Negara menanggung biaya perkara bagi pencari keadilan yang tidak mampu. (3) Pihak yang tidak mampu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus melampirkan surat keterangan tidak mampu dari kelurahan tempat domisili yang bersangkutan. Penjelasan Pasal 60B ayat 3 : Yang dimaksud dengan “kelurahan” dalam ketentuan ini termasuk desa, banjar, nagari, dan gampong. Pasal 60C, berbunyi : (1) Pada setiap pengadilan ag

Peradilan Agama Dapat Menarik Biaya Perkara

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1989 TENTANG PERADILAN AGAMA. Pasal 91A, berbunyi : (1) Dalam menjalankan tugas peradilan, peradilan agama dapat menarik biaya perkara. (2) Penarikan biaya perkara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib disertai dengan tanda bukti pembayaran yang sah. (3) Biaya perkara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi biaya kepaniteraan dan biaya proses penyelesaian perkara. (4) Biaya kepaniteraan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) merupakan penerimaan negara bukan pajak, yang ditetapkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. (5) Biaya proses penyelesaian perkara sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dibebankan pada pihak atau para pihak yang berperkara yang ditetapkan oleh Mahkamah Agung. (6) Pengelolaan dan pertanggungjawaban atas penarikan biaya perkara sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diperiksa oleh Badan Pemeriksa Keuangan sesuai dengan p

Dalam Peradilan Agama Dapat Diadakan Pengkhususan Pengadilan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2006 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1989 TENTANG PERADILAN AGAMA. Pasal 2, berbunyi : Peradilan Agama adalah salah satu pelaku kekuasaan kehakiman bagi rakyat pencari keadilan yang beragama Islam mengenai perkara tertentu sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini. Penjelasan Pasal 2 : Yang dimaksud dengan "rakyat pencari keadilan" adalah setiap orang baik warga Negara Indonesia maupun orang asing yang mencari keadilan pada pengadilan di Indonesia. Pasal 3A, berbunyi : Di lingkungan Peradilan Agama dapat diadakan pengkhususan pengadilan yang diatur dengan Undang-Undang. Penjelasan Pasal 3A : Pengadilan khusus dalam lingkungan Peradilan Agama adalah pengadilan syari'ah Islam yang diatur dengan Undang-Undang Mahkamah Syar'iyah di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Daerah

Pembinaan Peradilan Agama Tanpa Mengurangi Kebebasan Hakim

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2006 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1989 TENTANG PERADILAN AGAMA. Pasal 5, berbunyi : (1) Pembinaan teknis peradilan, organisasi, administrasi, dan finansial pengadilan dilakukan oleh Mahkamah Agung. (2) Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak boleh mengurangi kebebasan hakim dalam memeriksa dan memutus perkara. Pasal 11, berbunyi : (1) Hakim pengadilan adalah pejabat yang melakukan tugas kekuasaan kehakiman. (2) Syarat dan tata cara pengangkatan, pemberhentian, serta pelaksanaan tugas hakim ditetapkan dalam Undang-Undang ini. Pasal 12, berbunyi : (1) Pembinaan dan pengawasan umum terhadap hakim dilakukan oleh Ketua Mahkamah Agung. (2) Pembinaan dan pengawasan umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak boleh mengurangi kebebasan hakim dalam memeriksa dan memutus perkara.