Acara Arbitrase, Pemeriksaan Secara Tertutup
UNDANG - UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE
DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA.
Pasal 27, berbunyi :
Semua
pemeriksaan sengketa oleh arbiter atau majelis arbitrase dilakukan secara
tertutup.
Penjelasan Pasal 27 :
Ketentuan bahwa pemeriksaan dilakukan secara tertutup
adalah menyimpang dari ketentuan
acara perdata yang berlaku di Pengadilan Negeri yang
pada prinsipnya terbuka untuk umum. Hal
ini untuk lebih menegaskan sifat kerahasiaan
penyelesaian arbitrase.
Pasal 28, berbunyi :
Bahasa yang
digunakan dalam semua proses arbitrase adalah bahasa Indonesia, kecuali atas
persetujuan arbiter atau majelis arbitrase para pihak dapat memilih bahasa lain
yang akan digunakan.
Penjelasan Pasal 28 ayat 2 :
Sesuai dengan ketentuan umum mengenai acara perdata,
diberikan kesempatan kepada para pihak untuk menunjuk kuasa dengan surat kuasa
yang bersifat khusus.
Pasal 29, berbunyi :
(1) Para pihak
yang bersengketa mempunyai hak dan kesempatan yang sama dalam mengemukakan
pendapat masing-masing.
(2) Para pihak
yang bersengketa dapat diwakili oleh kuasanya dengan surat kuasa khusus.
Pasal 30, berbunyi :
Pihak ketiga di
luar perjanjian arbitrase dapat turut serta dan menggabungkan diri dalam proses
penyelesaian sengketa melalui arbitrase, apabila terdapat unsur kepentingan
yang terkait dan keturutsertaannya disepakati oleh para pihak yang bersengketa
serta disetujui oleh arbiter atau majelis arbitrase yang memeriksa sengketa
yang bersangkutan.
Pasal 31, berbunyi :
(1) Para pihak
dalam suatu perjanjian yang tegas dan tertulis, bebas untuk menentukan acara
arbitrase yang digunakan dalam pemeriksaan sengketa sepanjang tidak
bertentangan dengan ketentuan dalam Undang-undang ini.
(2) Dalam hal
para pihak tidak menentukan sendiri ketentuan mengenai acara arbitrase yang
akan digunakan dalam pemeriksaan, dan arbiter atau majelis arbitrase telah
terbentuk sesuai dengan Pasal 12, Pasal 13, dan Pasal 14, semua sengketa yang
penyelesaiannya diserahkan kepada arbiter atau majelis arbitrase akan diperiksa
dan diputus menurut ketentuan dalam Undang-undang ini.
(3) Dalam hal
para pihak telah memilih acara arbitrase sebagaimana dimaksud dalam ayat (1),
harus ada kesepakatan mengenai ketentuan jangka waktu dan tempat
diselenggarakan arbitrase dan apabila jangka waktu dan tempat arbitrase tidak
ditentukan, arbiter atau majelis arbitrase yang akan menentukan.
Penjelasan Pasal 31 ayat 3 :
Para pihak dapat menyetujui sendiri tempat dan
jangka waktu yang dikehendaki mereka. Apabila mereka tidak membuat sesuatu
ketentuan tentang hal ini, maka arbiter atau majelis arbitrase yang akan
menentukan.
Pasal 32, berbunyi :
(1) Atas
permohonan salah satu pihak, arbiter atau majelis arbitrase dapat mengambil
putusan provisionil atau putusan sela lainnya untuk mengatur ketertiban
jalannya pemeriksaan sengketa termasuk penetapan sita jaminan, memerintahkan
penitipan barang kepada pihak ketiga, atau menjual barang yang mudah rusak.
(2) Jangka waktu
pelaksanaan putusan provisionil atau putusan sela lainnya sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) tidak dihitung dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 48.
Pasal 33, berbunyi :
Arbiter atau
majelis arbitrase berwenang untuk memperpanjang jangka waktu tugasnya apabila :
a. diajukan
permohonan oleh salah satu pihak mengenai hal khusus tertentu;
b. sebagai
akibat ditetapkan putusan provisionil atau putusan sela lainnya; atau
c. dianggap
perlu oleh arbiter atau majelis arbitrase untuk kepentingan pemeriksaan.
Penjelasan Pasal 33 huruf a :
Para pihak dapat menyetujui sendiri tempat dan
jangka waktu yang dikehendaki mereka. Apabila mereka tidak membuat sesuatu
ketentuan tentang hal ini, maka arbiter atau majelis arbitrase yang akan
menentukan.
Pasal 34, berbunyi :
(1) Penyelesaian
sengketa melalui arbitrase dapat dilakukan dengan menggunakan lembaga arbitrase
nasional atau internasional berdasarkan kesepakatan para pihak.
(2) Penyelesaian
sengketa melalui lembaga arbitrase sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
dilakukan menurut peraturan dan acara dari lembaga yang dipilih, kecuali
ditetapkan lain oleh para pihak.
Penjelasan Pasal 34 ayat 2 :
Ayat ini memberikan kebebasan kepada para pihak
untuk memilih peraturan dan acara yang akan digunakan dalam penyelesaian
sengketa antara mereka, tanpa harus mempergunakan peraturan dan acara dari
lembaga arbitrase yang dipilih.
Pasal 35, berbunyi :
Arbiter atau
majelis arbitrase dapat memerintahkan agar setiap dokumen atau bukti disertai
dengan terjemahan ke dalam bahasa yang ditetapkan oleh arbiter atau majelis
arbitrase.
Pasal 36, berbunyi :
(1) Pemeriksaan
sengketa dalam arbitrase harus dilakukan secara tertulis.
(2) Pemeriksaan
secara lisan dapat dilakukan apabila disetujui para pihak atau dianggap perlu
oleh arbiter atau majelis arbitrase.
Penjelasan Pasal 36 ayat 2 :
Pada prinsipnya acara arbitrase dilakukan secara
tertulis. Jika ada persetujuan para pihak, pemeriksaan dapat dilakukan secara
lisan. Juga keterangan saksi ahli sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50, dapat
berlangsung secara lisan apabila dianggap perlu oleh arbiter atau majelis
arbitrase.
Pasal 37, berbunyi :
(1) Tempat
arbitrase ditentukan oleh arbiter atau majelis arbitrase, kecuali ditentukan
sendiri oleh para pihak.
(2) Arbiter atau
majelis arbitrase dapat mendengar keterangan saksi atau mengadakan pertemuan
yang dianggap perlu pada tempat tertentu diluar tempat arbitrase diadakan.
(3) Pemeriksaan
saksi dan saksi ahli dihadapan arbiter atau majelis arbitrase, diselenggarakan
menurut ketentuan dalam hukum acara perdata.
(4) Arbiter atau
majelis arbitrase dapat mengadakan pemeriksaan setempat atas barang yang
dipersengketakan atau hal lain yang berhubungan dengan sengketa yang sedang
diperiksa, dan dalam hal dianggap perlu, para pihak akan dipanggil secara sah
agar dapat juga hadir dalam pemeriksaan tersebut.
Penjelasan Pasal 37 :
Ayat (1) :
Ketentuan mengenai tempat arbitrase ini adalah
penting terutama apabila terdapat unsur hukum asing dan sengketa menjadi suatu
sengketa hukum perdata internasional. Seperti lazimnya tempat arbitrase
dilakukan dapat menentukan pula hukum yang harus dipergunakan untuk memeriksa
sengketa tersebut jika para pihak tidak menentukan sendiri maka arbiter yang
dapat menentukan tempat arbitrase.
Ayat (2) :
Dalam ayat (2) pasal ini diberi kemungkinan untuk
mendengar saksi di tempat lain dari tempat diadakan arbitrase, antara lain
berhubung dengan tempat tinggal saksi bersangkutan.
Pasal 38, berbunyi :
(1) Dalam jangka
waktu yang ditentukan oleh arbiter atau majelis arbitrase, pemohon harus
menyampaikan surat tuntutannya kepada arbiter atau majelis arbitrase.
(2) Surat
tuntutan tersebut harus memuat sekurang-kurangnya :
a. nama lengkap
dan tempat tinggal atau tempat kedudukan para pihak;
b. uraian
singkat tentang sengketa disertai dengan lampiran bukti-bukti; dan isi tuntutan
yang jelas.
Penjelasan Pasal 38 ayat 2 :
Huruf b :
Salinan perjanjian arbitrase harus juga diajukan
sebagai lampiran.
Huruf c :
Isi tuntutan harus jelas dan apabila isi tuntutan
berupa uang, harus disebutkan jumlahnya yang pasti.
Pasal 39, berbunyi :
Setelah menerima
surat tuntutan dari pemohon, arbiter atau ketua majelis arbitrase menyampaikan
satu salinan tuntutan tersebut kepada termohon dengan disertai perintah bahwa
termohon harus menanggapi dan memberikan jawabannya secara tertulis dalam waktu
paling lama 14 ( empat belas ) hari sejak diterimanya salinan tuntutan tersebut
oleh termohon.
Pasal 40, berbunyi :
(1) Segera
setelah diterimanya jawaban dari termohon atas perintah arbiter atau ketua
majelis arbitrase, salinan jawaban tersebut diserahkan kepada pemohon.
(2) Bersamaan
dengan itu, arbiter atau ketua majelis arbitrase memerintahkan agar para pihak
atau kuasa mereka menghadap di muka sidang arbitrase yang ditetapkan paling
lama 14 (empat belas) hari terhitung mulai hari dikeluarkannya perintah itu.
Pasal 41, berbunyi :
Dalam hal
termohon setelah lewat 14 (empat belas) hari sebagaimana dimaksud dalam Pasal
39 tidak menyampaikan jawabannya, termohon akan dipanggil dengan ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (2).
Pasal 42, berbunyi :
(1) Dalam
jawabannya atau selambat-lambatnya pada sidang pertama, termohon dapat
mengajukan tuntutan balasan dan terhadap tuntutan balasan tersebut pemohon
diberi kesempatan untuk menanggapi.
(2) Tuntutan
balasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), diperiksa dan diputus oleh arbiter
atau majelis arbitrase bersama-sama dengan pokok sengketa.
Penjelasan Pasal 42 ayat 1 :
Pasal ini mengatur mengenai tuntutan rekonvensi yang
diajukan oleh pihak termohon.
Pasal 43, berbunyi :
Apabila pada
hari yang ditentukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (2) pemohon tanpa
suatu alasan yang sah tidak datang menghadap, sedangkan telah dipanggil secara
patut, surat tuntutannya dinyatakan gugur dan tugas arbiter atau majelis
arbitrase dianggap selesai.
Penjelasan Pasal 43 :
Sesuai dengan hukum acara perdata sengketa menjadi
gugur apabila pemohon tidak datang menghadap pada hari pemeriksaan pertama.
Pasal 44, berbunyi :
(1) Apabila pada
hari yang telah ditentukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (2),
termohon tanpa suatu alasan sah tidak datang menghadap, sedangkan termohon
telah dipanggil secara patut, arbiter atau majelis arbitrase segera melakukan
pemanggilan sekali lagi.
(2) Paling lama
10 (sepuluh) hari setelah pemanggilan kedua diterima termohon dan tanpa alasan
sah termohon juga tidak datang menghadap di muka persidangan, pemeriksaan akan
diteruskan tanpa hadirnya termohon dan tuntutan pemohon dikabulkan seluruhnya,
kecuali jika tuntutan tidak beralasan atau tidak berdasarkan hukum.
Pasal 45, berbunyi :
(1) Dalam hal
para pihak datang menghadap pada hari yang telah ditetapkan, arbiter atau
majelis arbitrase terlebih dahulu mengusahakan perdamaian antara para pihak yang
bersengketa.
(2) Dalam hal
usaha perdamaian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tercapai, maka arbiter
atau majelis arbitrase membuat suatu akta perdamaian yang final dan mengikat
para pihak dan memerintahkan para pihak untuk memenuhi ketentuan perdamaian
tersebut.
Pasal 46, berbunyi :
(1) Pemeriksaan
terhadap pokok sengketa dilanjutkan apabila usaha perdamaian sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 45 ayat (1) tidak berhasil.
(2) Para pihak
diberi kesempatan terakhir kali untuk menjelaskan secara tertulis pendirian
masing-masing serta mengajukan bukti yang dianggap perlu untuk menguatkan
pendiriannya dalam jangka waktu yang ditetapkan oleh arbiter atau majelis
arbitrase.
(3) Arbiter atau
majelis arbitrase berhak meminta kepada para pihak untuk mengajukan penjelasan
tambahan secara tertulis, dokumen atau bukti lainnya yang dianggap perlu dalam
jangka waktu yang ditentukan oleh arbiter atau majelis arbitrase.
Pasal 47, berbunyi :
(1) Sebelum ada
jawaban dari termohon, pemohon dapat mencabut surat permohonan untuk
menyelesaikan sengketa melalui arbitrase.
(2) Dalam hal
sudah ada jawaban dari termohon, perubahan atau penambahan surat tuntutan hanya
diperbolehkan dengan persetujuan termohon dan sepanjang perubahan atau
penambahan itu menyangkut hal-hal yang bersifat fakta saja dan tidak menyangkut
dasar-dasar hukum yang menjadi dasar permohonan.
Pasal 48, berbunyi :
(1) Pemeriksaan
atas sengketa harus diselesaikan dalam waktu paling lama 180 (seratus delapan
puluh) hari sejak arbiter atau majelis arbitrase terbentuk.
(2) Dengan
persetujuan para pihak dan apabila diperlukan sesuai ketentuan Pasal 33, jangka
waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat diperpanjang.
Penjelasan Pasal 48 ayat 1 :
Penentuan jangka waktu 180 (seratus delapan puluh)
hari sebagai jangka waktu bagi arbiter menyelesaikan sengketa bersangkutan
melalui arbitrase adalah untuk menjamin kepastian waktu penyelesaian
pemeriksaan arbitrase.