Pendapat dan Putusan Arbitrase
UNDANG - UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE
DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA.
Pasal 52, berbunyi :
Para pihak dalam
suatu perjanjian berhak untuk memohon pendapat yang mengikat dari lembaga
arbitrase atas hubungan hukum tertentu dari suatu perjanjian.
Penjelasan Pasal 52 :
Tanpa adanya suatu sengketa pun, lembaga arbitrase
dapat menerima permintaan yang diajukan oleh para pihak dalam suatu perjanjian,
untuk memberikan suatu pendapat yang mengikat (binding opinion) mengenai suatu persoalan berkenaan dengan
perjanjian tersebut. Misalnya mengenai penafsiran ketentuan yang kurang jelas,
penambahan atau perubahan pada ketentuan yang berhubungan dengan timbulnya
keadaan baru dan lain-lain. Dengan diberikannya pendapat oleh lembaga arbitrase
tersebut kedua belah pihak terikat padanya dan salah satu pihak yang bertindak
bertentangan dengan pendapat itu akan dianggap melanggar perjanjian.
Pasal 53, berbunyi :
Terhadap
pendapat yang mengikat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 tidak dapat
dilakukan perlawanan melalui upaya hukum apapun.
Pasal 54, berbunyi :
(1) Putusan
arbitrase harus memuat :
a. kepala
putusan yang berbunyi "DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG
MAHA ESA";
b. nama lengkap
dan alamat para pihak;
c. uraian
singkat sengketa;
d. pendirian
para pihak;
e. nama lengkap
dan alamat arbiter;
f. pertimbangan
dan kesimpulan arbiter atau majelis arbitrase mengenai keseluruhan
sengketa;
g. pendapat
tiap-tiap arbiter dalam hal terdapat perbedaan pendapat dalam majelis
arbitrase;
h. amar putusan;
i. tempat dan
tanggal putusan; dan
j. tanda tangan
arbiter atau majelis arbitrase.
(2) Tidak
ditandatanganinya putusan arbitrase oleh salah seorang arbiter dengan alasan
sakit atau meninggal dunia tidak mempengaruhi kekuatan berlakunya putusan.
(3) Alasan
tentang tidak adanya tanda tangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) harus
dicantumkan dalam putusan.
(4) Dalam
putusan ditetapkan suatu jangka waktu putusan tersebut harus dilaksanakan.
Pasal 55, berbunyi :
Apabila
pemeriksaan sengketa telah selesai, pemeriksaan segera ditutup dan ditetapkan
hari sidang untuk mengucapkan putusan arbitrase.
Pasal 56, berbunyi :
(1) Arbiter atau
majelis arbitrase mengambil putusan berdasarkan ketentuan hukum, atau
berdasarkan keadilan dan kepatutan.
(2) Para pihak
berhak menentukan pilihan hukum yang akan berlaku terhadap penyelesaian
sengketa yang mungkin atau telah timbul antara para pihak.
Penjelasan Pasal 56 :
Ayat (1) :
Pada dasarnya para pihak dapat mengadakan perjanjian
untuk menentukan bahwa arbiter dalam memutus perkara wajib berdasarkan
ketentuan hukum atau sesuai dengan rasa keadilan dan kepatutan (ex aequo et bono). Dalam hal arbiter
diberi kebebasan untuk memberikan putusan berdasarkan keadilan dan kepatutan,
maka peraturan perundang-undangan dapat dikesampingkan. Akan tetapi dalam hal tertentu,
hukum memaksa (dwingende regels)
harus diterapkan dan tidak dapat disimpangi oleh arbiter. Dalam hal arbiter
tidak diberi kewenangan untuk memberikan putusan berdasarkan keadilan dan kepatutan,
maka arbiter hanya dapat memberi putusan berdasarkan kaidah hukum materiil sebagaimana
dilakukan oleh hakim.
Ayat (2) :
Para pihak yang bersengketa diberi keleluasaan untuk
menentukan hukum mana yang akan diterapkan dalam proses arbitrase. Apabila para
pihak tidak menentukan lain, maka hukum yang diterapkan adalah hukum tempat
arbitrase dilakukan.
Pasal 57, berbunyi :
Putusan
diucapkan dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari setelah pemeriksaan
ditutup.
Pasal 58, berbunyi :
Dalam waktu
paling lama 14 (empat belas) hari setelah putusan diterima, para pihak dapat
mengajukan permohonan kepada arbiter atau majelis arbitrase untuk melakukan
koreksi terhadap kekeliruan administratif dan atau menambah atau mengurangi
sesuatu tuntutan putusan.
Penjelasan Pasal 58 :
Yang dimaksud dengan "koreksi terhadap
kekeliruan administratif" adalah koreksi terhadap halhal seperti kesalahan
pengetikan ataupun kekeliruan dalam penulisan nama, alamat para pihak atau
arbiter dan lain-lain, yang tidak mengubah substansi putusan.
Yang dimaksud dengan "menambah atau mengurangi
tuntutan" adalah salah satu pihak dapat mengemukakan keberatan terhadap
putusan apabila putusan, antara lain:
a. telah mengabulkan sesuatu yang tidak dituntut
oleh pihak lawan;
b. tidak memuat satu atau lebih hal yang diminta
untuk diputus; atau
c. mengandung ketentuan mengikat yang bertentangan
satu sama lainnya.