Pengadilan Hubungan Industrial, Pemeriksaan dengan Acara Biasa
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN
PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL.
Pasal 89, berbunyi :
(1)
Dalam waktu selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja sejak penetapan Majelis
Hakim, maka Ketua Majelis Hakim harus sudah melakukan sidang pertama.
(2)
Pemanggilan untuk datang ke sidang dilakukan secara sah apabila disampaikan
dengan surat panggilan kepada para pihak di alamat tempat tinggalnya atau
apabila tempat tinggalnya tidak diketahui disampaikan di tempat kediaman
terakhir.
(3)
Apabila pihak yang dipanggil tidak ada di tempat tinggalnya atau tempat tinggal
kediaman terakhir, surat panggilan disampaikan melalui Kepala Kelurahan atau
Kepala Desa yang daerah hukumnya meliputi tempat tinggal pihak yang dipanggil
atau tempat kediaman yang terakhir.
(4)
Penerimaan surat panggilan oleh pihak yang dipanggil sendiri atau melalui orang
lain dilakukan dengan tanda penerimaan.
(5)
Apabila tempat tinggal maupun tempat kediaman terakhir tidak dikenal, maka
surat panggilan ditempelkan pada tempat pengumuman di gedung Pengadilan
Hubungan Industrial yang memeriksanya.
Pasal 90, berbunyi :
(1)
Majelis Hakim dapat memanggil saksi atau saksi ahli untuk hadir di persidangan
guna diminta dan didengar keterangannya.
(2)
Setiap orang yang dipanggil untuk menjadi saksi atau saksi ahli berkewajiban
untuk memenuhi panggilan dan memberikan kesaksiannya di bawah sumpah.
Pasal 91, berbunyi :
(1)
Barang siapa yang diminta keterangannya oleh Majelis Hakim guna penyelidikan
untuk penyelesaian perselisihan hubungan industrial berdasarkan undang-undang
ini wajib memberikannya tanpa syarat, termasuk membukakan buku dan
memperlihatkan surat-surat yang diperlukan.
(2)
Dalam hal keterangan yang diminta Majelis Hakim terkait dengan seseorang yang
karena jabatannya harus menjaga kerahasiaan, maka harus ditempuh prosedur
sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(3)
Hakim wajib merahasiakan semua keterangan yang diminta sebagaimana dimaksud
pada ayat (1).
Penjelasan Pasal 91 ayat 2 :
Oleh karena pada jabatan-jabatan tertentu
berdasarkan peraturan perundang-undangan harus menjaga kerahasiaannya, maka
permintaan keterangan kepada pejabat dimaksud sebagai saksi ahli harus mengikuti
prosedur yang ditentukan.
Pasal 92, berbunyi :
Sidang
sah apabila dilakukan oleh Majelis Hakim sebagaimana dimaksud dalam Pasal 88
ayat (1).
Penjelasan Pasal 92 :
Ketentuan sahnya persidangan dalam pasal ini
dimaksudkan setiap sidang harus dihadiri oleh Hakim dan seluruh Hakim Ad-Hoc
yang telah ditunjuk untuk menyelesaikan perselisihan tersebut.
Pasal 93, berbunyi :
(1)
Dalam hal salah satu pihak atau para pihak tidak dapat menghadiri sidang tanpa
alasan yang dapat dipertanggungjawabkan, Ketua Majelis Hakim menetapkan hari
sidang berikutnya.
(2)
Hari sidang berikutnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dalam
waktu selambat lambatnya 7 (tujuh) hari kerja terhitung sejak tanggal
penundaan.
(3)
Penundaan sidang karena ketidakhadiran salah satu atau para pihak diberikan
sebanyak-banyaknya 2 (dua) kali penundaan.
Pasal 94, berbunyi :
(1)
Dalam hal penggugat atau kuasa hukumnya yang sah setelah dipanggil secara patut
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 89 tidak datang menghadap Pengadilan pada
sidang penundaan terakhir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 93 ayat (3), maka
gugatannya dianggap gugur, akan tetapi penggugat berhak mengajukan gugatannya
sekali lagi.
(2)
Dalam hal tergugat atau kuasa hukumnya yang sah setelah dipanggil secara patut
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 89 tidak datang menghadap Pengadilan pada
sidang penundaan terakhir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 93 ayat (3), maka
Majelis Hakim dapat memeriksa dan memutus perselisihan tanpa dihadiri tergugat.
Pasal 95, berbunyi :
(1)
Sidang Majelis Hakim terbuka untuk umum, kecuali Majelis Hakim menetapkan lain.
(2)
Setiap orang yang hadir dalam persidangan wajib menghormati tata tertib
persidangan.
(3)
Setiap orang yang tidak menaati tata tertib persidangan sebagaimana dimaksud
pada ayat (2), setelah mendapat peringatan dari atau atas perintah Ketua
Majelis Hakim, dapat dikeluarkan dari ruang sidang.
Pasal 96, berbunyi :
(1)
Apabila dalam persidangan pertama, secara nyata-nyata pihak pengusaha terbukti
tidak melaksanakan kewajibannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 155 ayat (3)
Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, Hakim Ketua Sidang
harus segera menjatuhkan Putusan Sela berupa perintah kepada pengusaha untuk
membayar upah beserta hak-hak lainnya yang biasa diterima pekerja/buruh yang bersangkutan.
(2)
Putusan Sela sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dijatuhkan pada hari
persidangan itu juga atau pada hari persidangan kedua.
(3)
Dalam hal selama pemeriksaan sengketa masih berlangsung dan Putusan Sela
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak juga dilaksanakan oleh pengusaha,
Hakim Ketua Sidang memerintahkan Sita Jaminan dalam sebuah Penetapan Pengadilan
Hubungan Industrial.
(4)
Putusan Sela sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan Penetapan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) tidak dapat diajukan perlawanan dan/atau tidak dapat
digunakan upaya hukum.
Penjelasan Pasal 96 ayat 1 :
Permintaan putusan sela disampaikan bersama-sama
dengan materi gugatan.
Pasal 97, berbunyi :
Dalam
putusan Pengadilan Hubungan Industrial ditetapkan kewajiban yang harus
dilakukan dan/atau hak yang harus diterima oleh para pihak atau salah satu
pihak atas setiap penyelesaian perselisihan hubungan industrial.