Perselisihan Hubungan Industrial, Penyelesaian Melalui Arbitrase
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN
PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL.
Pasal 29, berbunyi :
Penyelesaian
perselisihan hubungan industrial melalui arbitrase meliputi perselisihan
kepentingan dan perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh hanya dalam
satu perusahaan.
Pasal 30, berbunyi :
(1)
Arbiter yang berwenang menyelesaikan perselisihan hubungan industrial harus
arbiter yang telah ditetapkan oleh Menteri.
(2)
Wilayah kerja arbiter meliputi seluruh wilayah negara Republik Indonesia.
Penjelasan
Pasal 30 ayat 1 :
Penetapan dalam
pasal ini dimaksudkan untuk melindungi kepentingan masyarakat, oleh karena itu
tidak setiap orang dapat bertindak sebagai arbiter.
Pasal 31, berbunyi :
(1)
Untuk dapat ditetapkan sebagai arbiter sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat
(1) harus memenuhi syarat:
a.
beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
b.
cakap melakukan tindakan hukum;
c.
warga negara Indonesia;
d.
pendidikan sekurang-kurangnya Strata Satu (S1);
e.
berumur sekurang-kurangnya 45 (empat puluh lima) tahun;
f.
berbadan sehat sesuai dengan surat keterangan dokter;
g.
menguasai peraturan perundang-undangan di bidang ketenagakerjaan yang
dibuktikan dengan sertifikat atau bukti kelulusan telah mengikuti ujian
arbitrase; dan
h.
memiliki pengalaman di bidang hubungan industrial sekurang-kurangnya 5 (lima)
tahun.
(2)
Ketentuan mengenai pengujian dan tata cara pendaftaran arbiter diatur dengan
Keputusan Menteri.
Penjelasan
Pasal 31 ayat 1 huruf g :
Mengingat keputusan arbiter ini mengikat para pihak
dan bersifat akhir dan tetap, arbiter haruslah mereka yang kompeten di
bidangnya, sehingga kepercayaan para pihak tidak sia-sia.
Pasal 32, berbunyi :
(1)
Penyelesaian perselisihan hubungan industrial melalui arbiter dilakukan atas
dasar kesepakatan para pihak yang berselisih.
(2)
Kesepakatan para pihak yang berselisih sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dinyatakan secara tertulis dalam surat perjanjian arbitrase, dibuat rangkap 3
(tiga) dan masing-masing pihak mendapatkan 1 (satu) yang mempunyai kekuatan
hukum yang sama.
(3)
Surat perjanjian arbitrase sebagaimana dimaksud pada ayat (2),
sekurang-kurangnya memuat:
a.
nama lengkap dan alamat atau tempat kedudukan para pihak yang berselisih;
b.
pokok-pokok persoalan yang menjadi perselisihan dan yang diserahkan kepada
arbitrase untuk diselesaikan dan diambil putusan;
c.
jumlah arbiter yang disepakati;
d.
pernyataan para pihak yang berselisih untuk tunduk dan menjalankan keputusan
arbitrase; dan
e.
tempat, tanggal pembuatan surat perjanjian, dan tanda tangan para pihak yang
berselisih.
Pasal 33, berbunyi :
(1)
Dalam hal para pihak telah menandatangani surat perjanjian arbitrase
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (3) para pihak berhak memilih arbiter
dari daftar arbiter yang ditetapkan oleh Menteri.
(2)
Para pihak yang berselisih dapat menunjuk arbiter tunggal atau beberapa arbiter
(majelis) dalam jumlah gasal sebanyak-banyaknya 3 (tiga) orang;
(3)
Dalam hal para pihak sepakat untuk menunjuk arbiter tunggal, maka para pihak
harus sudah mencapai kesepakatan dalam waktu selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari
kerja tentang nama arbiter dimaksud.
(4)
Dalam hal para pihak sepakat untuk menunjuk beberapa arbiter (majelis) dalam
jumlah gasal, masingmasing pihak berhak memilih seorang arbiter dalam waktu
selambat-lambatnya 3 (tiga) hari kerja, sedangkan arbiter ketiga ditentukan
oleh para arbiter yang ditunjuk dalam waktu selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari
kerja untuk diangkat sebagai Ketua Majelis Arbitrase.
(5)
Penunjukan arbiter sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) dilakukan
secara tertulis.
(6)
Dalam hal para pihak tidak sepakat untuk menunjuk arbiter baik tunggal maupun
beberapa arbiter (majelis) dalam jumlah gasal sebagaimana dimaksud pada ayat
(2), maka atas permohonan salah satu pihak Ketua Pengadilan dapat mengangkat
arbiter dari daftar arbiter yang ditetapkan oleh Menteri.
(7)
Seorang arbiter yang diminta oleh para pihak, wajib memberitahukan kepada para
pihak tentang hal yang mungkin akan mempengaruhi kebebasannya atau menimbulkan
keberpihakan putusan yang akan diberikan.
(8)
Seseorang yang menerima penunjukan sebagai arbiter sebagaimana dimaksud pada
ayat (6) harus memberitahukan kepada para pihak mengenai penerimaan
penunjukannya secara tertulis.
Pasal 34, berbunyi :
(1)
Arbiter yang bersedia untuk ditunjuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat
(8) membuat perjanjian penunjukan arbiter dengan para pihak yang berselisih.
(2)
Perjanjian penunjukan arbiter sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
sekurang-kurangnya memuat hal hal sebagai berikut:
a.
nama lengkap dan alamat atau tempat kedudukan para pihak yang berselisih dan
arbiter;
b.
pokok-pokok persoalan yang menjadi perselisihan dan yang diserahkan kepada
arbiter untuk diselesaikan dan diambil keputusan;
c.
biaya arbitrase dan honorarium arbiter;
d.
pernyataan para pihak yang berselisih untuk tunduk dan menjalankan keputusan
arbitrase;
e.
tempat, tanggal pembuatan surat perjanjian, dan tanda tangan para pihak yang
berselisih dan arbiter;
f.
pernyataan arbiter atau para arbiter untuk tidak melampaui kewenangannya dalam
penyelesaian perkara yang ditanganinya; dan
g.
tidak mempunyai hubungan keluarga sedarah atau semenda sampai dengan derajat
kedua dengan salah satu pihak yang berselisih.
(3)
Perjanjian arbiter sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sekurang-kurangnya dibuat
rangkap 3 (tiga), masing-masing pihak dan arbiter mendapatkan 1 (satu) yang
mempunyai kekuatan hukum yang sama;
(4)
Dalam hal arbitrase dilakukan oleh beberapa arbiter, maka asli dari perjanjian
tersebut diberikan kepada Ketua Majelis Arbiter.
Pasal 35, berbunyi :
(1)
Dalam hal arbiter telah menerima penunjukan dan menandatangani surat perjanjian
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (1), maka yang bersangkutan tidak
dapat menarik diri, kecuali atas persetujuan para pihak.
(2)
Arbiter yang akan menarik diri sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus
mengajukan permohonan secara tertulis kepada para pihak.
(3)
Dalam hal para pihak dapat menyetujui permohonan penarikan diri sebagaimana
dimaksud pada ayat (2), maka yang bersangkutan dapat dibebaskan dari tugas
sebagai arbiter dalam penyelesaian kasus tersebut;
(4)
Dalam hal permohonan penarikan diri tidak mendapat persetujuan para pihak,
arbiter harus mengajukan permohonan pada Pengadilan Hubungan Industrial untuk
dibebaskan dari tugas sebagai arbiter dengan mengajukan alasan yang dapat
diterima.
Pasal 36, berbunyi :
(1)
Dalam hal arbiter tunggal mengundurkan diri atau meninggal dunia, maka para
pihak harus menunjuk arbiter pengganti yang disepakati oleh kedua belah pihak.
(2)
Dalam hal arbiter yang dipilih oleh para pihak mengundurkan diri, atau
meninggal dunia, maka penunjukan arbiter pengganti diserahkan kepada pihak yang
memilih arbitrer.
(3)
Dalam hal arbiter ketiga yang dipilih oleh para arbiter mengundurkan diri atau
meninggal dunia, maka para arbiter harus menunjuk arbiter pengganti berdasarkan
kesepakatan para arbitrer.
(4)
Para pihak atau para arbiter sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan
ayat (3) harus sudah mencapai kesepakatan menunjuk arbiter pengganti dalam
waktu selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja;
(5)
Apabila para pihak atau para arbiter sebagaimana dimaksud pada ayat (4) tidak
mencapai kesepakatan, maka para pihak atau salah satu pihak atau salah satu
arbiter atau para arbiter dapat meminta kepada Pengadilan Hubungan Industrial
untuk menetapkan arbiter pengganti dan Pengadilan harus menetapkan arbiter
pengganti dalam waktu selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja sejak tanggal
diterimanya permintaan penggantian arbiter.
Penjelasan Pasal 36 ayat 5 :
Arbiter yang ditetapkan Pengadilan tidak boleh
arbiter yang telah pernah ditolak oleh para pihak atau para arbiter tetapi
harus arbiter lain.
Pasal 37, berbunyi :
Arbiter
pengganti sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 harus membuat pernyataan
kesediaan menerima hasil-hasil yang telah dicapai dan melanjutkan penyelesaian
perkara.
Penjelasan Pasal 37 :
Yang dimaksud dengan menerima hasil-hasil yang telah
dicapai bahwa arbiter pengganti terikat pada hasil arbiter yang digantikan yang
tercermin dalam risalah kegiatan penyelesaian perselisihan.
Pasal 38, berbunyi :
(1)
Arbiter yang telah ditunjuk oleh para pihak berdasarkan perjanjian arbitrase
dapat diajukan tuntutan ingkar kepada Pengadilan Negeri apabila cukup alasan
dan cukup bukti otentik yang menimbulkan keraguan bahwa arbiter akan melakukan
tugasnya tidak secara bebas dan akan berpihak dalam mengambil putusan.
(2)
Tuntutan ingkar terhadap seorang arbiter dapat pula diajukan apabila terbukti
adanya hubungan kekeluargaan atau pekerjaan dengan salah satu pihak atau
kuasanya.
(3)
Putusan Pengadilan Negeri mengenai tuntutan ingkar tidak dapat diajukan
perlawanan.
Pasal 39, berbunyi :
(1)
Hak ingkar terhadap arbiter yang diangkat oleh Ketua Pengadilan ditujukan
kepada Ketua Pengadilan yang bersangkutan.
www.hukumonline.com
(2)
Hak ingkar terhadap arbiter tunggal yang disepakati diajukan kepada arbiter
yang bersangkutan.
(3)
Hak ingkar terhadap anggota majelis arbiter yang disepakati diajukan kepada
majelis arbiter yang bersangkutan.
Pasal 40, berbunyi :
(1)
Arbiter wajib menyelesaikan perselisihan hubungan industrial dalam waktu
selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari kerja sejak penandatanganan surat
perjanjian penunjukan arbitrer.
(2)
Pemeriksaan atas perselisihan harus dimulai dalam waktu selambat-lambatnya 3
(tiga) hari kerja setelah penandatanganan surat perjanjian penunjukan arbitrer.
(3)
Atas kesepakatan para pihak, arbiter berwenang untuk memperpanjang jangka waktu
penyelesaian perselisihan hubungan industrial 1 (satu) kali perpanjangan
selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari kerja.
Penjelasan Pasal 40 ayat 1 :
Dalam hal terjadi penggantian arbiter maka jangka waktu
30 (tiga puluh) hari kerja dihitung sejak arbiter pengganti menandatangani
perjanjian arbitrase.
Pasal 41, berbunyi :
Pemeriksaan
perselisihan hubungan industrial oleh arbiter atau majelis arbiter dilakukan
secara tertutup kecuali para pihak yang berselisih menghendaki lain.
Pasal 42, berbunyi :
Dalam
sidang arbitrase, para pihak yang berselisih dapat diwakili oleh kuasanya
dengan surat kuasa khusus.
Penjelasan Pasal 42 :
Yang dimaksud surat kuasa khusus dalam pasal ini
adalah kuasa yang diberikan oleh pihak yang berselisih sebagai pemberi kuasa
kepada seseorang atau lebih selaku kuasanya untuk mewakili pemberi kuasa untuk melakukan
perbuatan hukum dan tindakan lainnya yang berkaitan dengan perkaranya yang
dicantumkan secara khusus dalam surat kuasa.
Pasal 43, berbunyi :
(1)
Apabila pada hari sidang para pihak yang berselisih atau kuasanya tanpa suatu
alasan yang sah tidak hadir, walaupun telah dipanggil secara patut, maka
arbiter atau majelis arbiter dapat membatalkan perjanjian penunjukan arbiter
dan tugas arbiter atau majelis arbiter dianggap selesai.
(2)
Apabila pada hari sidang pertama dan sidang-sidang selanjutnya salah satu pihak
atau kuasanya tanpa suatu alasan yang sah tidak hadir walaupun untuk itu telah
dipanggil secara patut, arbiter atau majelis arbiter dapat memeriksa perkara
dan menjatuhkan putusannya tanpa kehadiran salah satu pihak atau kuasanya.
(3)
Dalam hal terdapat biaya yang dikeluarkan berkaitan dengan perjanjian
penunjukan arbiter sebelum perjanjian tersebut dibatalkan oleh arbiter atau
majelis arbiter sebagaimana dimaksud pada ayat (1), biaya tersebut tidak dapat
diminta kembali oleh para pihak.
Penjelasan Pasal 43 ayat 1 :
Yang dimaksud dengan "dipanggil secara
patut" dalam ayat ini yaitu para pihak telah dipanggil berturutturut sebanyak
3 (tiga) kali, setiap panggilan masing-masing dalam waktu 3 (tiga) hari.
Pasal 44, berbunyi :
(1)
Penyelesaian perselisihan hubungan industrial oleh arbiter harus diawali dengan
upaya mendamaikan kedua belah pihak yang berselisih.
(2)
Apabila perdamaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercapai, maka arbiter
atau majelis arbiter wajib membuat Akta Perdamaian yang ditandatangani oleh
para pihak yang berselisih dan arbiter atau majelis arbiter.
(3)
Akta Perdamaian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) didaftarkan di Pengadilan
Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri di wilayah arbiter mengadakan
perdamaian;
(4)
Pendaftaran Akta Perdamaian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan
sebagai berikut:www.hukumonline.com
a.
Akta Perdamaian yang telah didaftar diberikan akta bukti pendaftaran dan
merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Akta Perdamaian;
b.
apabila Akta Perdamaian tidak dilaksanakan oleh salah satu pihak, maka pihak
yang dirugikan dapat mengajukan permohonan eksekusi kepada Pengadilan Hubungan
Industrial pada Pengadilan Negeri di wilayah Akta Perdamaian didaftar untuk
mendapat penetapan eksekusi;
c.
dalam hal pemohon eksekusi berdomisili di luar wilayah hukum Pengadilan
Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri tempat pendaftaran Akta Perdamaian,
maka pemohon eksekusi dapat mengajukan permohonan eksekusi melalui Pengadilan
Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri di wilayah domisili pemohon eksekusi
untuk diteruskan ke Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri yang
berkompeten melaksanakan eksekusi.
(5)
Apabila upaya perdamaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) gagal, arbiter atau
majelis arbiter meneruskan sidang arbitrase.
Pasal 45, berbunyi :
(1)
Dalam persidangan arbitrase para pihak diberi kesempatan untuk menjelaskan
secara tertulis maupun lisan pendirian masing-masing serta mengajukan bukti
yang dianggap perlu untuk menguatkan pendiriannya dalam jangka waktu yang
ditetapkan oleh arbiter atau majelis arbiter.
(2)
Arbiter atau majelis arbiter berhak meminta kepada para pihak untuk mengajukan
penjelasan tambahan secara tertulis, dokumen atau bukti lainnya yang dianggap
perlu dalam jangka waktu yang ditentukan oleh arbiter atau majelis arbiter.
Pasal 46, berbunyi :
(1)
Arbiter atau majelis arbiter dapat memanggil seorang saksi atau lebih atau
seorang saksi ahli atau lebih untuk didengar keterangannya.
(2)
Sebelum memberikan keterangan para saksi atau saksi ahli wajib mengucapkan
sumpah atau janji sesuai dengan agama dan kepercayaan masing-masing.
(3)
Biaya pemanggilan dan perjalanan rohaniawan untuk melaksanakan pengambilan
sumpah atau janji terhadap saksi atau saksi ahli dibebankan kepada pihak yang
meminta.
(4)
Biaya pemanggilan dan perjalanan saksi atau saksi ahli dibebankan kepada pihak
yang meminta.
(5)
Biaya pemanggilan dan perjalanan saksi atau saksi ahli yang diminta oleh
arbiter dibebankan kepada para pihak.
Pasal 47, berbunyi :
(1)
Barang siapa yang diminta keterangannya oleh arbiter atau majelis arbiter guna
penyelidikan untuk penyelesaian perselisihan hubungan industrial berdasarkan
undang-undang ini wajib memberikannya, termasuk membukakan buku dan
memperlihatkan surat-surat yang diperlukan.
(2)
Dalam hal keterangan yang diperlukan oleh arbiter terkait dengan seseorang yang
karena jabatannya harus menjaga kerahasiaan, maka harus ditempuh prosedur
sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(3)
Arbiter wajib merahasiakan semua keterangan yang diminta sebagaimana dimaksud
pada ayat (1).
Penjelasan Pasal 47 :
Ayat (1) :
Yang dimaksud dengan membukakan buku dan
memperlihatkan surat-surat dalam pasal ini adalah, misalnya buku tentang upah
atau surat perintah lembur dan dilakukan oleh orang yang ahli soal pembukuan
yang ditunjuk oleh arbiter.
Ayat (2) :
Oleh karena pada jabatan-jabatan tertentu
berdasarkan peraturan perundang-undangan harus menjaga kerahasiaannya, maka
permintaan keterangan kepada pejabat dimaksud sebagai saksi ahli harus mengikuti
prosedur yang ditentukan.
Contoh: Dalam hal seseorang meminta keterangan
tentang rekening milik pihak lain akan dilayani oleh pejabat bank apabila telah
ada ijin dari Bank Indonesia atau dari pemilik rekening yang bersangkutan
(Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan). Demikian pula ketentuan
Undang-undang Nomor 7 Tahun 1971 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kearsipan
dan lain-lain.
Pasal 48, berbunyi :
www.hukumonline.com
Terhadap
kegiatan dalam pemeriksaan dan sidang arbitrase dibuat berita acara pemeriksaan
oleh arbiter atau majelis arbiter.
Pasal 49, berunyi :
Putusan
sidang arbitrase ditetapkan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang
berlaku, perjanjian, kebiasaan, keadilan dan kepentingan umum.
Pasal 50, berbunyi :
(1)
Putusan arbitrase memuat:
a.
kepala putusan yang berbunyi "DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG
MAHA ESA";
b.
nama lengkap dan alamat arbiter atau majelis arbiter;
c.
nama lengkap dan alamat para pihak;
d.
hal-hal yang termuat dalam surat perjanjian yang diajukan oleh para pihak yang
berselisih;
e.
ikhtisar dari tuntutan, jawaban, dan penjelasan lebih lanjut para pihak yang
berselisih;
f.
pertimbangan yang menjadi dasar putusan;
g.
pokok putusan;
h.
tempat dan tanggal putusan;
i.
mulai berlakunya putusan; dan
j.
tanda tangan arbiter atau majelis arbiter.
(2)
Tidak ditandatanganinya putusan arbiter oleh salah seorang arbiter dengan
alasan sakit atau meninggal dunia tidak mempengaruhi kekuatan berlakunya
putusan.
(3)
Alasan tentang tidak adanya tanda tangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
harus dicantumkan dalam putusan.
(4)
Dalam putusan, ditetapkan selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari kerja harus
sudah dilaksanakan.
Pasal 51, berbunyi :
(1)
Putusan arbitrase mempunyai kekuatan hukum yang mengikat para pihak yang
berselisih dan merupakan putusan yang bersifat akhir dan tetap.
(2)
Putusan arbitrase sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didaftarkan di Pengadilan
Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri di wilayah arbiter menetapkan
putusan.
(3)
Dalam hal putusan arbitrase sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak
dilaksanakan oleh salah satu pihak, maka pihak yang dirugikan dapat mengajukan
permohonan fiat eksekusi di Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan
Negeri yang daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan pihak terhadap siapa
putusan itu harus dijalankan, agar putusan diperintahkan untuk dijalankan.
(4)
Perintah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus diberikan dalam waktu
selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari kerja setelah permohonan didaftarkan
pada Panitera Pengadilan Negeri setempat dengan tidak memeriksa alasan atau
pertimbangan dari putusan arbitrase.www.hukumonline.com
Pasal 52, berbunyi :
(1)
Terhadap putusan arbitrase, salah satu pihak dapat mengajukan permohonan
pembatalan kepada Mahkamah Agung dalam waktu selambat-lambatnya 30 (tiga puluh)
hari kerja sejak ditetapkannya putusan arbiter, apabila putusan diduga
mengandung unsur-unsur sebagai berikut:
a.
surat atau dokumen yang diajukan dalam pemeriksaan, setelah putusan dijatuhkan,
diakui atau dinyatakan palsu;
b.
setelah putusan diambil ditemukan dokumen yang bersifat menentukan, yang
disembunyikan oleh pihak lawan;
c.
putusan diambil dari tipu muslihat yang dilakukan oleh salah satu pihak dalam
pemeriksaan perselisihan;
d.
putusan melampaui kekuasaan arbiter hubungan industrial; atau
e.
putusan bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.
(2)
Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikabulkan, Mahkamah
Agung menetapkan akibat dari pembatalan baik seluruhnya atau sebagian putusan
arbitrase.
(3)
Mahkamah Agung memutuskan permohonan pembatalan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dalam waktu selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari kerja terhitung sejak
menerima permohonan pembatalan.
Penjelasan Pasal 52 ayat 1 :
Upaya hukum melalui permohonan pembatalan
dimaksudkan untuk memberi kesempatan kepada pihak berselisih yang dirugikan.
Pasal 53, berbunyi :
Perselisihan
hubungan industrial yang sedang atau telah diselesaikan melalui arbitrase tidak
dapat diajukan ke Pengadilan Hubungan Industrial.
Penjelasan Pasal 53 :
Ketentuan dalam pasal ini dimaksudkan untuk
memberikan kepastian hukum.
Pasal 54, berbunyi :
Arbiter
atau majelis arbiter tidak dapat dikenakan tanggung jawab hukum apapun atas
segala tindakan yang diambil selama proses persidangan berlangsung untuk
menjalankan fungsinya sebagai arbiter atau majelis arbiter, kecuali dapat
dibuktikan adanya itikad tidak baik dari tindakan tersebut.